Putri Petir

Juli 08, 2015

Tinggal di Negeri Awan tidak melulu membawa kabar baik. Bertemu dengan putri lain membuat ia bahagia? Tidak. Selama ini, ia diperolok hanya karena dirinya selalu dianggap marah ketika Putri Air harus turun ke bumi bergiliran. Padahal tidak, ia tidak pernah marah sekalipun. Ia melindungi dan mengawasi yang lain, termasuk Putri Air hingga ia selalu lupa dirinya sendiri. Atau melupakan dirinya sendiri? Entahlah. Sadarkah mereka bahwa Putri Petir tidak hanya menemani Putri Air saat ingin singgah ke bumi? Tentu tidak. Putri Petir selama ini biasa bekerja sendiri, menghapus sisa-sisa tangis malam karena olokan putri lain. Tetapi di luar sana, sungguh banyak yang mencintai Putri Petir dengan semua sikapnya.

Putri Petir hingga kini terus dibayangi oleh kedua orang tuanya. Ia tidak pernah diizinkan pergi di siang hari yang terik, ia hanya menemani Putri Air yang singgah ke bumi saat malam hari. Omelan tiada henti harus diterima jikalau ia datang di siang hari yang terik. Ratusan, ribuan, bahkan mungkin tak terhingga oleh hitungan pertanyaan mengapa membumbung di kepalanya hingga terkadang ia kembali menangis sendiri. Kedua orang tua Putri Petir selalu menganggap bahwa Putri Petir harus dijaga karena bagaimanapun ia adalah seorang putri. Mereka lupa bahwa Putri Petir kini sudah dewasa dan perlu penjelasan atas larangan-larangan tersebut.

Putri Petir terus tumbuh selayaknya putri lain. Sesekali ia melanggar apa yang orang tuanya perintahkan. Hingga suatu hari, larangan terbesar orang tuanya diabaikan. Larangan itu adalah untuk tidak tertarik terhadap raja yang tidak berasal dari Negeri Awan. Ia adalah Raja Karang yang beruntung untuk mendapat hati Putri Petir yang selama ini ia bekukan untuk siapapun. Raja Karang merupakan sahabat baik Putri Air di dasar laut sana, tanpa omong panjang Raja Karang menyampaikan salam kepada Putri Petir melalui Putri Air. Tidak lama, Raja Karang mampu menemui Putri Petir di Negeri di Dasar Laut.

Setelah itu, obrolan-obrolan singkat mereka terus disampaikan melalui Putri Air. Hal ini karena larangan orang tua Putri Petir untuk pergi ke Negeri di Dasar Laut. Sekian lama sikap Raja Karang berubah dan membuat Putri Petir gerah. Meski demikian, mereka tetap mampu melanjutkan kisahnya. Larangan orang tua Putri Petir bak tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan memaksa Putri Petir memikirkan keberlanjutan hubungan ia dengan Raja Karang. Putri Petir memikirkan seorang diri, tak pernah ingin ada seorang pun yang mengetahui masalahnya itu; termasuk Raja Karang. Sampai ia terus mendesak dirinya untuk mengambil keputusan cepat yang baginya tepat. Ia mengikuti perintah orang tuanya untuk tidak melanjutkan kisah hidupnya dengan Raja Karang hanya karena ia adalah seorang dari Negeri di Dasar Laut.

Tidak pernah ada tangis setelah meninggalkan Raja Karang. Dengan berbagai alasan selain hal tadi --larangan orang tua-- mampu membuat Putri Petir perlahan lupa akan Raja Karang. Terus menyibukkan dirinya di Negeri Awan menjadi jalan tunggal baginya. Ia nyaris membunuh jam tidurnya dari hari ke hari tiap minggunya, bahkan ia lupa untuk memberi tubuhnya nutrisi. Seharusnya sejak awal ia sadar bahwa tidak akan ada petir yang mampu menyambar karang. Pikirnya terus demikian. Hubungan keduanya tetap baik, sesekali Putri Petir tergoda untuk kembali tetapi menurutnya langkah yang ia ambil tidaklah salah sehingga ia urungkan kembali niatnya.

Sudahkah Putri Petir kembali baik setelah hari itu? Bukan tidak, tetapi belum. Tak hentinya ia ditegur oleh sahabatnya yang tidak sampai hati melihat dirinya terkekang dengan larangan-larangan orang tuanya serta kisahnya dengan Raja Karang yang kandas sebab jauhnya Negeri Awan dan Negeri di Dasar Laut. Sesungguhnya Putri Petir pandai bermain drama; ia mampu tertawa sepanjang siang di Negeri Awan dan menemani Putri Air turun ke bumi saat malam hari. Ia tidak menampakkan wajah sedih sedikitpun. Putri Petir selalu ingat kewajiban hidupnya untuk memancarkan cahaya dan menggemakan suara kepada bumi. Itulah hal yang menjadi prinsip Putri Petir hingga mampu bertahan sejauh ini.


"Takkan lagi ku sebodoh ini
Larut di dalam angan-angan tanpa tujuan"
- Tulus, Sewindu

***

Start boring with my blog posts, I'm just trying to express with a new method of writing. Bye!

You Might Also Like

0 komentar